Tahun 2021 adalah tahun yang penuh iman. Setidaknya itu bagi saya & istri.

Tahun ini semua rencana yang sudah disusun sekian lama seketika porak poranda. Dari tiap puing-puing yang ada, kami susun lagi satu demi satu di tengah situasi yang tak menentu.

November 2020 saya pindah ke Jakarta meninggalkan harapan pariwisata Bali akan segera pulih dan pekerjaan kembali stabil. Mengubah rencana beli rumah dan tinggal di Bali selamanya setelah menikah. Saya dan istri memulai hidup berdua di rumah kontrakan daerah Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Sadar bahwa banyak hal sebenarnya tak bisa diprediksi dan hanya cara bereaksi diri yang bisa dikendali, kami mulai lebih sering berdoa, paling tidak ingat untuk lebih dekat pada Tuhan. Dari yang biasa menghabiskan waktu senggang untuk liburan dan foya-foya, di tahun ini kami lebih sering berziarah ke gua maria.

Pandemi juga merenggut banyak nyawa kerabat. Kami makin sadar kesempatan untuk bersama keluarga juga terbatas, waktu terus berjalan dan mereka makin tua. Tidak ada yang terlalu muda untuk mati, apalagi untuk yang sudah berumur. Tahun ini juga jadi tahun untuk lebih dekat dengan keluarga. Kami coba bertemu dan berkomunikasi dengan mereka lebih sering selagi masih ada waktu.

Menjelang tengah tahun, kami sadar sudah semestinya kami mulai berakar. Cukup berkelana pindah sana-sini tanpa punya ikatan yang kuat dengan komunitas. Kami mulai mencari area dan akhirnya menemukan sepetak tanah seluas 168m di Cikupa. Dengan bermodal iman dan sedikit tabungan, kami beranikan diri untuk mencicil tanah tersebut.

Pada bulan Desember, dengan sisa-sisa keberanian kami mempercepat tinggal di Cikupa. Kami kontrak rumah kosong di dekat tanah kami. Dengan harapan kami bisa membawa kembali anjing kami, Logan, untuk tinggal bersama lagi.

Beberapa kerabat cukup heran dengan keputusan yang kami buat. Cepat dan tanpa ba bi bu. Kami sadar butuh keberanian besar untuk memulai hal baru. Dan biasanya orang akan kembali pada kebiasaan lama saat mempertimbangkan lagi keputusan-keputusan yang akan mereka buat. Dengan sepenuh iman dan sedikit tabungan, kami menjalani tahun ini dengan selamat.

Di luar itu, saya juga dilimpahi berkat besar dengan mendapat kesempatan bekerja di ifabula, kantor saya sekarang.

Sekian tahun berkecimpung di dunia Digital Marketing & Public Relations, saya sudah mencapai titik jenuh. Bahkan di tahun 2020 saya sempat berpikir untuk manuver karir menjadi penjual mie ayam atau dog walker. Saya merasa skill dan wawasan melempem di tengah tantangan yang begitu-begitu saja.

Saya butuh sesuatu yang baru dan menantang. Seperti kata kutipan cliche di media sosial “Saat kamu membuat keputusan, seluruh semesta berkonspirasi untuk membuatnya jadi kenyataan”.

Bekerja di ifabula membuka cakrawala baru dalam hidup. Saya menemukan kolam yang lebih besar dan area bermain yang lebih luas. Tentu saja dengan tantangan yang jauh lebih besar.

Di sini akses untuk eksplorasi teknologi dan tools paling canggih dan terdepan terbuka luas. Sesungguhnya saya merasa sangat takut, namun excited di waktu yang sama.

Bekerja di ifabula membuat saya bertemu dengan orang-orang besar yang levelnya jauh di atas saya. Membuat saya merasa selama bertahun-tahun ini adalah katak dalam tempurung.

Pengalaman paling berkesan tahun ini adalah ketika diajak ko Darwin, CEO ifabula, bertemu dengan CTO salah satu perusahaan leasing terbesar di Indonesia. Di saat saya di Bali bangga dengan kemampuan konten, PR, dan digital Ads website. Mereka di Jakarta sudah demand untuk low code; automation; personalization; deep tech; omnichannel; dan artificial intelligence.

Di situ saya merasa bodoh sebodoh-bodohnya, takut tidak sanggup mengikuti percepatan teknologi ini. Namun, kesadaran muncul, bahwa ini adalah kesempatan besar untuk dieksplorasi.

Setelah sekian lama saya kembali sadar bahwa untuk bisa terus maju perlu kerendahan hati untuk bilang bahwa saya tidak tahu apa-apa. Juga kemauan untuk bekerja lebih keras dan kemauan belajar lebih banyak.

Sekian refleksi tahun ini, saya tidak berharap tahun depan akan lebih mudah. Saya hanya berharap untuk punya kekuatan untuk terus mengalahkan rasa takut dan malas.

Juga keberanian untuk mengubah apa yang harus diubah, kemampuan untuk menerima apa yang tidak bisa diubah, dan kebijaksanaan untuk membedakan keduanya.